(Sumber: Opini News)
Suku Dayak Bahau
Tjilik Riwut dalam Penelitian Marcellina Eka Pradita
(2013) yang berjudul Tato Sebagai Sebuah Media Komunikasi Non Verbal Suku Dayak
Bahau mengklasifikasikan suku Dayak
dalam 7 kelompok besar yakni Dayak Ngaju, Iban, Klemantan, Apu Kayan, Murut,
Punan dan Ot Danum. Dari tujuh kelompok besar ini dibagi menjadi 18 suku
sedatuk, dari 18 suku sedatuk terbagi lagi kedalam 405 suku kekeluargaan.
Meskipun terbagi dalam ratusan sub rumpun, kelompok suku dayak memiliki
kesamaan ciri-ciri budaya yang khas yang menjadi faktor penentu apakah suatu
subsuku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kelompok Dayak. Ciri-ciri
tersebut adalah rumah panjang, material seperti tembikar, mandau, sumpit, beliung;
pandangan terhadap alam, mata pencaharian dan seni tari.
Dayak Bahau pecahan dari Dayak Tanjung yang mana mempunyai kebudayaan
yang berbeda karena kebiasaannya yang berbeda pula. Dayak Bahau mendiami
Kabupaten Kutai Provinsin Kalimantan Timur dan banyak yang menetap di Muara
Keba. Masyarakat Dayak Bahau yang menetap di Muara Keba, pada dasarnya hanya sebagian
kecil saja dari kelompok Bahau keseluruhan yang menyebar diberbagai kecamatan
dalam wilayah Kabupaten Kutai
Kartanegara. Menurut legenda yang hidup dikalangan orang Bahau, nenek moyang
mereka berasal dari Sungai Bram di Brunai. Karena ada peperangan dengan orang Iban, orang Bahau kemudian
pindah menuju sungai Kayan atau Apo Kayan dan sebagain lagi ke hulu mahakam.
Dengan alasan
untuk mencari kehidupan yang lebih baik beberapa lama kemudian sebagian dari
mereka pindah lagi ke Long Merah, hingga sampai di sungai Belayan Muara Keba
pada tahun 1995. Menurut cerita, perjalanan yang mereka tempuh memakan waktu hingga
dua hari dua malam. Setiap rombongan yang berimigrasi
jumlahnya bervariasi, namun tidak kurang dari 40 orang. Perjalanan yang mereka
tempuh, selain melalui hutan belantara, juga disepanjang aliran sungai hingga
tidak jarang anggota rombongan yang menderita sakit. Selain karena alasan
diatas, berkembang juga cerita bahwa perpindahan orang Bahau ke Muara Keba
karena didaerah ini sejak tahun 1960 menjadi penghasil emas yang besar.
Tato Suku Dayak Bahau
Seni tato
juga salah satu dari persamaan kebudayaan antar rumpun suku Dayak. Meski hampir
seluruh masyarakat Dayak mengenal seni tato, masing-masing suku mempunyai
pemaknaan nilai yang berbeda. Hal ini membuat penamaan, motif, cara pembuatan
dan tempat dimana tato dipakai menjadi berbeda.
Dalam penelitiannya Marcellina Eka Pradita (2013) Tato bagi orang Dayak Bahau secara filosofis dilambangkan sebagai
lentera atau lampu penerang menuju surga. Bagi mereka tato merupakan aspek
spiritual dan tidak dimaksudkan sebagai lambang “jagoan” seperti dicitrakan
selama ini.
Motif song irang atau tunas bambu digunakan oleh
perempuan Dayak Bahau. Warna tato seperti kehijauan tua cenderung kehitaman
karena dibuat dengan sari daun-daunan. Bentuknya melingkar di seluruh
pergelangan tangan hingga telapak tangan. Simbol atau lambang yang erdapat pada
tato tersebut adalah simbol bangsawan yang telah melalui fase kedewasaan.
Ada pula motif
anyam darli, memiliki warna hijau
kehitaman. Bentuknya menyerupai tali beranyam dan kurang lebih mirip seperti
sarang laba-laba atau gurita. Penempatannya di sekitar lengan hingga ke bahu,
hal ini disebabkan karena ukiran ini merupakan tali beranyam yang saling
terkait satu sama lainnya sehingga tidak boleh putus. Penggunanya adalah pada pemuda
Dayak Bahau biasa, bukan seorang pejuang maupun seorang keturunan bangsawan. Ia
menggunakan tato ini karena sangat menghargai adat budayanya dan memiliki rasa
persatuan terhadap manusia Dayak lainnya. Jadi motif anyam darli ini bermakna
mempersatukan semua orang Dayak, baik mereka yang berada di Serawak, Sabah,
Kuching dan di seluruh pelosok pulau Kalimantan.
Selain itu,
terdapat motif ulap iran berwarna
hitam, dan bentuknya menyerupai wajah manusia dengan ukiran-ukiran di
sekitarnya. Tidak ada penempatan khusus dari adat istiadat suku Dayak, tetapi
pada umumnya masyarakat Dayak Bahau menggunakannya di sekitar tangan atau
betisnya. Penggunanya juga hanya masyarakat biasa dan biasanya hanya kaum pria.
Arti dan makna yang terdapat pada tato ulap iran ini mewakili segala sesuatu
yang ada di bumi ini, termasuk di dalamnya semua jenis makhluk hidup.
Selanjutnya
motif aso, dengan warna yang biasanya
hitam pekat. Bentuknya menyerupai kepala anjing dan penempatannya biasanya di
sekitar betis saja, penggunanya pun seorang pemburu atau pemuda-pemuda yang
suka berkelana untuk mencari buruannya. Motif aso sendiri melambangkan
kesetiaan seperti yang dimiliki oleh seekor anjing. Artinya, pengguna tato
dengan motif ini memiliki jiwa yang setia dalam dirinya.
Terdapat pula
motif naga dengan warna hijau pekat
atau hitam pekat, bentuknya kepala naga beserta ukiran-ukiran disekitarnya.
Penempatannya tidak terlalu spesifik dan khusus biasanya di sekitar lengan atas
karena motifnya diukir dengan panjang dan terkait seperti motif anyam darli.
Arti dan makna motif naga yang mewakili dunia bawah melambangkan kesuburan dan
kehidupan di bawah bumi. Simbol naga dilihat sebagai proyeksi pengalaman sosial
masyarakat tentang kekuatan, keunggulan dan keperkasaan di wilayah perairan.
Penulis: Wisnu Bangkit Nugroho
Editor: Wisnu Bangkit Nugroho
Komentar
Posting Komentar